Sabtu, 06 November 2010

Indonesia Asal Mula Peradaban?

Teori-teori asal mula peradaban tak pernah usai dibicarakan. Para peneliti pun saling silang pendapat. Termasuk teori tentang Indonesia. Benarkah kepulauan Indonesia memiliki peran penting bagi peradaban dunia?

Teori terhangat yang sedang dibicarakan ini di Nusantara ini berkaitan dengan buku karya Stephan Oppenheimer versi bahasa Indonesia berjudul Eden in the East, Benua yang tenggelam di Asia Tenggara. Buku yang baru diluncurkan akhir oktober 2010 oleh peneliti dari Oxpord University menyebutkan asal mula peradaban berasal dari Asia tenggara, termasuk Indonesia.

Lima tahun yang lalu peneliti lain dari Brazil, Arysio Nunes Dos Santos, juga melakukan penelitian tentang Atlantis, penelitian yang dilakukan selama 30 tahun itu menyimpulkan benua Atlantis yang tenggelam itu berada di wilayah Indonesia (Paparan Sunda). Tenggelamnya Atlantis menyisakan puncak-puncak yang membentuk pulau dan sabuk gunung api seperti sekarang ini.

Baik Oppenheimer atau Arysio menduga wilayah paparan sunda mengalami diaspora atau meninggalkan tanah air karena banjir. Penghuni Sundaland menyebar ke arah Barat hingga India, Mesopotamia.

Orang-orang Sundaland yang menyebar kea rah timur menghuni kepulauan pasifik, dan ke utara sampai ke Cina dan Jepang, dan menyeberang Selat Bering ke Amerika. Diaspora itu diasumsikan peneliti karena kepiawaian penduduk sundaland dalam bidang teknologi maritime dan pelayaran.

“Asia Tenggara di masa lalu berbentuk kontinental dan banjir di Sundaland(Paparan Sunda) yang menciptakan pulau-pulau di Asia tenggara”, tutur Stephen Oppenheimer dalam Seminar Nasional bertajuk “Menelusuri Jejak Sejarah: Indonesia Awal Peradaban Dunia?”, di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI), kamis(28/10).

Benua sunda yang besarnya dua kali india itu mengalami kenaikan muka laut akibat 3 kali banjir besar yang terjadi 15.000 – 7.400 tahun yang lalu. Banjir besar itu terjadi karena berakhirnya zaman es dengan mencairnya es di kutub.

Seminar Nasional itu selain menghadirkan Oppenheimer sebagi ahli genetika juga menghadirkan pembicara utama mantan ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Assidiqie, Frank Joseph Hoff dari University of Washington dan Eko Yulianto dari Pusat penelitian Geoteknologi LIPI.

Jimly Assidiqie mengatakan di tahun 2006 ia membaca buku Oppenheimer dalam versi bahasa Inggris, dan mengaku sangat tertarik dengan buku tersebut. Pasalnya, buku itu dianggap dapat menggugah semangat kaum muda.

Tentu ada pro dan kontra, ada spekulasi dalam menghubungkan cerita. Tapi, ketika membaca buku ini ingin isi bukunya benar dan penting dibaca oleh bangsa kita”, ujarnya.

Jimly mengatakan, masa lalu dan masa depan memang tidak pernah tenang, melainkan dinamis. Seperti cerita tentang banjir yang pernah terjadi di masa lalu yang membentuk Indonesia menjadi 17.000 pulau.

“Sangat penting memacu kesadaran sejarah dan mengulangi peranan sejarah untuk tumbuh dan berkembangnya bangsa”, kata ahli hokum tata Negara itu.

Sumber : Warta kota, kamis 4 november 2010 dengan perubahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.